Polman, SulbarTa.com – Proyek jalan lintas Trans Sulawesi senilai Rp15 miliar yang dikerjakan oleh PT Wira Karsa di Desa Kalapa Dua, Kecamatan Anreapi, Polewali Mandar, tengah menuai kontroversi. Proyek ini diduga melibatkan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang semestinya diperuntukkan bagi masyarakat kecil, seperti nelayan dan petani.
Kontroversi tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Jumat, 24 Januari 2025.
RDP ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Polewali Mandar, H. Amiruddin, SH, dan dihadiri oleh sejumlah pihak terkait, termasuk perwakilan PT Wira Karsa, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), serta LSM Lintas Pemburu Keadilan (LPK).
Ketua LSM LPK, Robert Pariakan, mengungkapkan adanya dugaan kuat mengenai penyalahgunaan BBM subsidi dalam proyek ini.
“Data kami menunjukkan PT Wira Karsa menggunakan sekitar 1.200 liter solar subsidi untuk proyek ini. Kami memiliki bukti rekaman video terkait aktivitas tersebut,” jelas Robert.
Selain itu, Robert juga menyoroti praktik di SPBU Sarampu yang melayani pembelian BBM subsidi dengan jeriken pada malam hari. Hal ini, menurutnya, mengakibatkan nelayan dan petani kesulitan mendapatkan pasokan BBM.
“Sering kali nelayan harus antre panjang atau bahkan batal melaut karena BBM habis. Ini jelas merugikan masyarakat kecil,” tambah Robert.
Meski demikian, Supervisor PT Wira Karsa, Gispa, mengakui penggunaan BBM subsidi tersebut, namun ia menjelaskan bahwa langkah ini terpaksa diambil untuk mengatasi keterlambatan pasokan BBM industri dari Makassar yang mengganggu kelancaran proyek. Proyek yang dimulai pada September 2024 itu awalnya dijadwalkan selesai pada 31 Desember 2024, namun terhambat oleh cuaca buruk dan diperpanjang 50 hari. Gispa memastikan bahwa progres pengerjaan proyek hampir selesai.
Wakil Ketua DPRD Polewali Mandar, H. Amiruddin, SH, mengecam keras tindakan PT Wira Karsa.
“Ini bukan hanya pelanggaran administrasi, tetapi juga pelanggaran pidana. Aturan sudah jelas, kontraktor proyek besar wajib menggunakan BBM non-subsidi,” tegas Amiruddin.
Ia juga mendesak Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk menyelidiki praktik penjualan BBM subsidi dengan jeriken di SPBU Sarampu dan menindak tegas pelaku yang terlibat.
Penyalahgunaan BBM subsidi ini bertentangan dengan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengancam pelanggar dengan hukuman hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar. Selain itu, Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 membatasi penggunaan BBM subsidi hanya untuk rumah tangga, nelayan, dan usaha kecil.
Robert menegaskan bahwa penyalahgunaan ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga merampas hak masyarakat kecil yang sangat membutuhkan subsidi.
“Nelayan dan petani menjadi korban langsung dari praktik semacam ini. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang harus segera dihentikan,” tegas Robert.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan diharapkan menjadi momentum bagi penegakan hukum yang tegas. Masyarakat Polewali Mandar berharap agar tidak ada lagi proyek besar yang merugikan rakyat kecil.
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Tidak boleh ada yang kebal hukum, termasuk kontraktor proyek besar,” pungkas Amiruddin menutup RDP yang berlangsung dengan cukup panas tersebut. (Adv)