Kurun Waktu 4 Bulan, 2 DPRD Sulbar Terjerat Korupsi, Suraidah Prihatin

MAMUJU-Sularta.com- Ketua DPRD Sulbar, Sitti Sutinah Suhardi gusar dan prihatin keterlibatan dua anggota DPRD Sulbar kasus tindak pidana korupsi dalam kurung waktu 4 bulan terakhir.

Menurut politisi Demokrat itu, hak imunitas yang melekat pada setiap anggota yang bernaung di bawah institusi DPRD tidak bersifat absolut.
Mereka tetap menjadi objek hukum dan akan dikenai sanksi jika melakukan perbuatan yang melanggar undang-undang.

“Meski memiliki hak imunitas sebagai anggota dewan yang diatur undang-undang, kita tidak bisa mengintervensi hukum. Kita sebagai penyelenggaran daerah yang tunduk dan patuh dengan hukum,” kata Suraidah, dikutip dari Sulbar Kini/Kumparan.com, Senin (24/10/2022).

Ia berharap tersangka dan anggota dewan lain dapat mengambil pelajaran dalam kasus tersebut.

Bahkan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum.

“Tentu DPRD Sulbar berduka yah. Kita diuji dengan masalah ini. Biarkan ini berjalan sebagaimana mestinya. Kita menghormati proses hukum,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan anggota DPRD Sulawesi Barat (Sulbar) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi lelaki berinisial JB. Anggota Fraksi Hanura itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Teluk Bintuni.

Dia diduga terlibat dalam aksi penggelapan uang senilai Rp 3 miliar pada pembangunan Pasar Rakyat Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, tahun anggaran 2018.

Dalam kasus itu, Kejari Teluk Bintuni juga menetapkan 3 rekan BJ sebagai tersangka. Masing-masing MJ, TR, dan MS.

Sedangkan anggota DPRD Sulbar yang juga tersandung kasus yang sama inisial S (42).

Kejari Mamuju menetapkan S sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pembuatan bibit rehabilitasi hutan dan lahan multifungsi.

Objek korupsi itu berada pada program pengendalian daerah aliran sungai dan hutan lindung berbasis pemberdayaan masyarakat tahun anggaran 2019.

Ironisnya, kasus ini juga menyeret mantan Kepala Dinas Kehutanan Sulbar berinisial F (60). S dan F diduga bersekongkol mulai dari proses perencanaan hingga implementasi program yang menyebabkan negara rugi Rp 1,1 miliar.(S)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *