Mamuju -Sulbarta.Com- Pemprov Sulawesi Barat telah mengembangkan pembangunan kawasan hortikultura secara terpadu (food estate) seluas 200 hektare di beberapa kabupaten. Pembangunan itu dalam rangka mengantisipasi krisis pangan, pengendalian inflasi serta proyeksi kebutuhan pangan Ibu Kota Negara (IKN) di masa mendatang.
Pj Gubernur Sulawesi Barat, Akmal Malik mengatakan, program food estate nantinya akan menghasilkan panen yang melimpah hingga ribuan ton komoditi hortikultura. Karena itu, dia menilai dibutuhkan sebuah fasilitas penyimpanan (cold storage) untuk memperpanjang daya simpan komoditi.
“Kita membutuhkan fasilitas berupa cold storage yang lengkap beserta sarana dan prasarananya. Kalau kita punya cold storage di masing-masing daerah, maka komoditi bisa kita tahan lalu didistribusikan,” kata Akmal Malik pada acara Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Graha Sande Lt.2 (Ex Gedung PKK), Kamis, 14 Nopember 2022
Akmal juga mengungkapkan mengenai kondisi surplus beras yang dialami Sulawesi Barat, namun lebih dinikmati oleh pemasok kebutuhan industri ataupun pasar (offtaker) dari luar. Beras asal Sulawesi Barat akan diambil oleh offtaker untuk dijadikan sebuah produk dagang dan akan didistribusikan kembali ke provinsi ke-33 itu.
“Kita memang menyadari ada persoalan rantai distribusi yang selama ini harus kita benahi kembali. Jadi biasanya produksi kita diambil oleh offtaker dari Sulawesi Selatan baru balik lagi kesini. Saya katakan rantai distribusinya agak terlalu panjang,” jelas Akmal.
Karena itu, Akmal menjelaskan, saat ini pihaknya tengah mengajak beberapa offtaker untuk bisa mengambil produksi beras petani lokal untuk didistribusikan langsung di Sulawesi Barat. Ke depan, dia tidak ingin produksi beras petani lokal diambil offtaker luar lalu dipasarkan kembali Sulawesi Barat.
“Namun, persoalannya pemetaan kebutuhan beras kita masih kecil-kecil dan banyak sekali. Ini yang akan kita coba benahi ke depan,” jelas Akmal.
“Pentingnya kita punya gudang, kalau kita punya gudang di masing-masing daerah saya pikir produksi-produksi yang ada di Polman dan Mamuju bisa kita tahan di lokasi, kita distribusikan untuk kebutuhan lokal dan sisanya kita bawa ke luar daerah,” tambahnya.
Akmal juga menekankan, pentingnya kolaborasi semua pihak untuk agar produksi beras lokal tidak semata-mata didominasi oleh offtaker dari luar. Dia juga menyadari bahwa saat ini banyak petani lokal yang mendapatkan modal awal dari offtaker luar agar produksi mereka tidak dijual ke offtaker lain.
“Tidak mudah memang karena faktanya banyak petani kita sudah mendapatkan modal awal dari offtaker. Tetapi bagi kita harus berusaha agar ada offtaker lokal yang berani membuat kebijakan yang berbeda,” tutup Akmal Malik. (rls-Adv)