MAMUJU-Sulbarta.com-Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Sulawesi Barat Hj. Djamila menghadiri Focus Group Discussian (FGD) Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak yang dilaksanakan di Grand Maleo Hotel, Senin (17/10/2022).
Kegiatan tersebut dihadiri Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak bidang anak Ulfa Mawardi dan juga Dewan Pendidikan Kabupaten Mamuju Hajrul Malik, Kementerian Agama Sulbar dan undangan lainnya.
Djamila mengatakan bahwa tahun 2021 Sulawesi Barat menempati urutan tertinggi secara nasional kasus perkawinan anak.
“Kita ketahui bersama bahwa tahun 2021 Sulawesi Barat menduduki urutan tertinggi secara nasional dengan persentase 17,1 persen,” ujarnya.
Menurutnya dengan lahirnya Undang-undang nomor 16 tahun 2019 perubahan atas Undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang membatasi usia perkawinan untuk perempuan 16 tahun. Maka dengan lahirnya Undang-undang nomor 16 tahun 2019 dinaikkan tiga tahun.
“Sehingga laki-laki dan perempuan minimal berusia 19 tahun baru bisa dinikahkan,” ungkapnya.
“Ini menjadi persoalan kita semua bukan hanya menjadi tugas provinsi tetapi menjadi persoalan nasional harus kita pikirkan secara bersama,” ujarnya
Menurutnya bahwa Pemerintah Sulawesi Barat telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah penurunan perkawinan anak, termaksud melibatkan pemerintah daerah dan seluruh stakholder secara masif gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat.
“Bahkan kita interpensi kepala desa karena kepala desa lah yang tahu persis kondisi yang ada diwilayahnya.
Bahkan para kepala desa sudah membuat peraturan desa (Perdes) tentang pencegahan pernikahan anak,” ungkapnya.
“Pernikahan anak ada kompensasi dari pengadilan agama. Olehnya itu, kita berharap kita sering dengan pengadilan agama sebetulnya persoalannya apa lalu kemudian Kementerian agama mau tidak mau memberikan kompensasi apakah karena memang desakan dari orang tua ataukah memang terpaksa harus diberikan,” sambungnya.(S)